Google Search Engine

10.29.2008

Refleksi Sumpah Pemuda 2008

Sumpah pemuda, menjadi tonggak sekaligus penegas peran pemuda dalam perjuangan meraih kemerdekaan yang kini sudah dinikmati oleh bangsa Indonesia. Menjadi penting, ketika itu elemen-elemen pemuda dari berbagai suku bangsa membulatkan sumpah untuk menyatukan keberagaman dalam satu lingkup, Indonesia. Dari uraian sejarah tersebut, tidak bisa dinafikan begitu saja betapa penting peran pemuda sebagai garda depan, agent of change yang memegang dan menjadi figur penting dari arah bangsa. Kemajuan ataupun keruntuhan sebuah bangsa. Sangat ditentukan oleh kepedulian dan sumbangsih dari pemuda.
Berkaca dari uraian diatas, tidak heran (andai) para pahlawan kemerdekaan masih bisa melihat kita. Pastilah mereka berurai air mata sambil mengelus dada. Meratapi kegagalan regenerasi yang berakibat sangat mengkhawatirkan. Pemuda-pemudi di masa sekarang, mayoritas hanya mampu menampung pemikiran seputar urusan individual, tanpa mampu memberi kontribusi bagi kemajuan negara, apapun bidangnya.

Cobalah anda ingat dan cermati, berapa dan seberapa besar kuantitas dari pergerakan-pergerakan pemuda untuk menjadi oposan-pengawas dari kebijakan-kebijakan pemerintah apabila “si pemerintah” mulai melenceng dari konstitusi dan jauh dari keberpihakan pada rakyat. Jika diruntut sampai ke akar, tidak fair tentunya jika kita menghakimi impotensi pemuda akibat dari faktor willingness dan kepribadian internal saja meskipun memang sedikit banyak berpengaruh.
Tetapi tidak bisa kita vonis juga cuma dari satu sudut pandang. Seolah kita memakai kacamata kuda. Yang tidak boleh dilupakan adalah upaya aktif pengebirian pemerintah terhadap peluang regenerasi yang berujung pada kegagalan proses regenerasi itu sendiri. Pemerintah, ikut andil akibat kegagalan mereka menyediakan lapangan kerja bagi warganya. Efeknya, para pemuda terpaksa pontang-panting sendirian. Lari sana-sini, terpaksa suap sana-sini, akibat jomplangnya penawaran tenaga kerja dengan kebutuhan dunia usaha.Berujung pada terjerumusnya mereka masuk pada kedalaman sikap individual. Karena segala pikiran hanya terfokus pada upaya penyelamatan diri sendiri, atau kalau lebih beruntung, berusaha memakmurkan diri. Tidak pernah sedetikpun mendapatkan waktu dan kesempatan untuk menyumbangkan pemikiran kepada bangsa. Di banyak bidang lain, bukan rahasia umum tentunya bagaimana sulitnya para pemuda mendapatkan akses untuk masuk dalam struktur pemerintahan. Yang ironisnya, justru dikarenakan semangat ‘pembaharuan’ dan ‘kemudaan’ umur mereka. Sungguh tidak adil jika banyak orang mengadili pemuda pada masa sekarang sebagai generasi yang terlanjur hancur dan hanya bias membisu. mereka membisu bukan karena bisu, tapi dibungkam. Sehingga hanya lorong gelap undergroundlah yang memberi mereka ruang untuk sedikit berekspresi. Maka, tolong jangan vonis mereka impoten. Mereka ingin menjadi bagian dari bangsa ini, yang beranjak semakin tua, tapi sama sekali belum dewasa. Mungkin Bung Karno ketika melontarkan sebuah statemen “hanya bangsa yang bodoh yang hanya mampu memikirkan urusan perut saja”, adalah bermaksud menyadarkan kita betapa penting urusan ekonomi. Jika bangsa ini lapar, bagimana kita mampu disuruh ikut memikirkan bangsa?
Oleh: N. Wibisono (Alumni FE-IESP Unibraw)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar