Google Search Engine

10.10.2008

Resensi Buku: Yakuza Moon (Memoar Seorang Putri Gangster Jepang)

Judul Buku : Yakuza Moon (Memoar Seorang Putri Gangster Jepang)

Penerbit : GagasMedia
Penulis : Shoko Tendo
Tahun : Agustus 2008
Tebal : 252 Hal


Buku bergenre memoar/non fiksi ini menceritakan fase perjalanan hidup Shoko Tendo (penulis) sendiri secara detail dengan latar belakang kehidupan seputar yakuza yang dekat dengan kekerasan, tato, obat-obatan terlarang, dan seks bebas.

Dengan setting yang kental dengan budaya jepang, Shoko Tendo mencoba mengajak pembaca menyelami lebih dalam dan larut dalam masa lalu kehidupannya. Sangat menarik karena merupakan sebuah kisah nyata sehingga sang penulis paham betul liku-liku kehidupan yakuza. Selain itu bak sebuah cerita dongeng, perjalanan Shoko Tendo penuh dengan konflik dan fluktuasi yang terekam jelas dalam setiap bab buku ini.

Masa Kecil Minus Kasih Sayang
Di awal bab, Shoko Tendo menceritakan bagaimana kehidupan masa kecilnya yang tak pernah mendapat kasih sayang selayaknya keluarga normal lain akibat kesibukan sang ayah menjalankan bisnis, bahkan dia harus menghadapi dengan mata kepala sendiri kekerasan yang dilakukan sang ayah pada ibunya.

Disamping beban berat tersebut, masih ditambah dengan vonis lingkungan yang mencibir keberadaannya sebagai putrid yakuza-sebuah hal yang dianggap menjadi aib bagi masyarakat umum waktu itu. Yang selanjutnya sangat mempengaruhi cara berfikir, dan orientasi Shoko Tendo dalam menjalani hidup.

Masa Remaja: Narkoba, Seks, Tato
Seperti layaknya remaja lain yang terjerumus dalam dunia narkotika, latar belakang ketidakharmonisan rumah tangga dan kekerasan membawa Shoko Tendo untuk melangkah kedalam dunia ‘khayal tak berujung’ tersebut. Sudah bisa ditebak, efek dominonya adalah keterkaitan erat dengan dunia seks bebas.

Namun tidak seperti remaja negeri ini yang menjadikan seks sebagai fun. Shoko Tendo justru lebih sering gagal mendapatkan kepuasan dari hubungan seksual tersebut. Doktrin yang terpaksa masuk ke otaknya yang menanamkan lelaki sebagai subyek pemicu kekerasan membuatnya hanya menjadikan seks hanya sekedar media untuk memenuhi kebutuhan hidup dan narkoba setelah kehancuran bisnis ayahnya, dan keterpaksaan untuk melindungi kedua orang tuanya yang walau bagaimanapun tetap mendapatkan porsi cinta didalam hatinya. Parahnya, dia harus menjadi gundik dari satu lelaki ke lelaki lain untuk melindungi keluarganya dari jerat hutang.

Mengenai tato, Shoko Tendo dalam buku ini menggambarkan sebuah kesan tato yang dirajah di badannya sebagai bentuk lain ekspresi seni, kebebasan diri, dan pencarian terhadap konsep keberanian. Seperti tertuang dalam kalimat hal 151”…….Ketika aku melihat tato indah itu,perasaanku dipenuhi oleh suka cita yang tak pernah kualami sebelumnya. Aku merasa seperti menemukan kebebasanku.”

Tulang Punggung Keluarga
Setelah melewati masa-masa sulit remaja, Shoko Tendo yang beranjak dewasa secara pola pikir menghadapi tantangan baru ketika dihadapkan pada kenyataan dia harus menopang hidup orang tua dan kakak perempuannya. Pada masa itu juga kisah cinta Shoko Tendo menapaki fase kedewasaan dengan berbagai konflik dan bumbu cinta segitiga yang tentu saja mengharukan dan patut disimak.

Membaca memoar ini kita seperti benar-benar masuk dan menjadi pelaku dari cerita tersebut, kecerdasan Shoko Tendo merangkai kata demi kata yang mengalir menarahkan pembaca semakin hanyut dalam cerita. Satu hal yang patut mendapat apresiasi, Shoko Tendo sangat jujur dalam menceritakan liku-liku hidupnya. Tidak terkesan dibuat-buat dan berlebihan. Selamat membaca dan menyelami dunia Yakuza
N. Wibisono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar