Oleh: Nandar Wibisono*
Pertama-tama yang harus diketahui pembaca adalah, penulis bukan fungsionaris atau pengurus PKB, bukan pula pengamat politik, penulis hanyalah konstituen PKB. Tentu saja PKB versi Gus Dur, bukan PKB awu-awunya Cak Imin.
Gus, penulis harap Gus Dur tidak menyerah kalah meskipun dihantam sana-sini. Tetaplah menjadi Gus Dur yang ngeyel tetapi patuh pada koridor konstitusi. Penulis tahu dan mengerti betapa berat di usir dari rumah sendiri. Seperti yang pernah diibaratkan oleh salah seorang teman penulis, ibarat rumah-PKB itu yang membangun pondasi sampai benar-benar berbentuk rumah dan bisa ditinggali adalah Gus Dur.
Beliau jugalah yang membuat peraturan yang tentu saja tetap demokratis tetapi kemudian peraturan itu dikesampingkan sama sekali oleh KPU. Alih-alih justru masuk seenaknya sendiri tanpa permisi ke rumah (baca: PKB) yang kami huni sebagai konstituen, dan kemudian dengan angkuhnya menempelkan peraturan baru yang harus ditaati oleh semua penghuni rumah.
Penulis juga masih belum lupa atas jasa-jasa Gus Dur dalam meletakkan tonggak demokrasi di negeri ini. Dwi fungsi ABRI dihapus, umat minoritas konghucu mendapatan kebebasan, system pilpres langsung, semua itu atas jasa Gus Dur. Bahkan kalau perlu, Gus Dur siap menjadi bulan-bulanan cemoohan, caci maki, hanya untuk membela hak-hak kaum minoritas. Karena Gus Dur yakin, hak dan kewajiban setiap warga negara adalah sama. Tidak dipandang dari besar-kecil jumlah massa.
Penulis salut, Gus Dur tetap berusaha sampai titik darh penghabisan untuk mendapatkan keadilan dengan memperkarakan kembali KPU, presiden dan MA yang menurut penulis sudah sewenang-wenang dengan mencampuri urusan internal partai tercinta ini. Meskipun kami yakin, Gus Dur juga sudah tahu bahwa mendapatkan keadilan di negeri ini bagaikan mencari jarum di tumpukan jerami. Gus Dur tetap maju, berusaha memberikan pendidikan politik bagi semua elemen bangsa. Bahwa segala ketidakadilan harus tetap dihadapi dengan menggunakan jalur hukum, apapun hasilnya.
Terakhir, Penulis sangat mengerti anjuran Gus Dur untuk mengepung KPU beberapa waktu yang lalu adalah bermakna bahwa konstituen diingatkan untuk meminta kembali hak-hak politik mereka yang telah dirampas. Penulis tahu karena penulis mengerti arah pemikiran Gus Dur. Orang-orang yang berteriak mencela dengan mengatakan Gus Dur menyuruh pendukungnya uuntuk berbuat anarkhis, juga tetap penulis maklumi. Mereka bukan pendukung Gus Dur, jadi bisa dipahami kalau mereka tidak mengerti sama sekali tentang Gus Dur, tentang pemikiran Gus Dur, tentang cara berfikir ala Gus Dur.Yang pasti dipahami oleh semua pendukung Gus Dur. Mereka tidak terbiasa mendapatkan ‘doping‘, padahal politik negeri ini sudah tertinggal terlalu jauh dengan negara-negara lain. Butuh suplemen khusus, terapi kejut untuk menyadarkan dan kemudian berlari sangat cepat. Menyusul bangsa lain.
Gus, penulis bangga Gus Dur tetap tabah dalam menjalani semua rintangan menuju demokratisasi yang diidam-idamkan oleh seluruh elemen bangsa. Demokrasi butuh perjuangan dan pengorbanan. Gus Dur sudah biasa dengan ke-dua hal tersebut.
* Alumni FE-IESP Unibraw
Pengagum Gus Dur
Ada yang bilang revolusi sering memakan anak-anaknya sendiri. Mungkin Gus Dur salah satu. Walaupun revolusi bermakna lebih militan, namun para tokoh bangsa ini lebih memilih kata reformasi.
BalasHapusDari sejarah, bukan hanya Gus Dur yang terusir dari rumahnya. Pak Karno pun sebagai tokoh penggali Pancasila, pada detik akhir kekuasaan di katakan tidak Pancasilais. Karl Heinrich Marx pun pada akhirnya juga dituduh pengkhianat Marxisme. Lalu kemana kita harus bertanya tentang benar tidaknya itu? Kepada sebuah rumah di Pegangsaan Timur atau pada British Museum atau pada KPU?
Keadilan kadang begitu jauh dan tak terjangkau, namun jika ia datang, kadang kita tak pernah merasakan kehadirannya.